Kamis, 21 Januari 2016
15.00 – 17.30 WIB
Apa Sih Diseminasi?
Andesh Tomo (RCUS) menjelaskan pengertian diseminasi yakni tindakan penyebaran. Diseminasi yang berasal dari bahasa Latin, Disseminates, lalu dimasukkan ke dalam bahasa Inggris dengan sebutan dissemination yang diartikan sebagai the act of spreading information yaitu tindakan penyebaran informasi. Kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut.
Dalam bahasa Jawa, diseminasi dapat pula diibaratkan seperti “woro-woro singkat kata diseminasi merupakan tindakan menyebarkan pengetahuan. Bukan hanya di dalam kepala, namun tindakan tersebut merupakan tindakan untuk melakukan dan menyebarkan pengetahuan. Dengan kata lain bahwa tidak berbeda jika kita memproduksi suatu pengetahuan dan tidak untuk diri pribadi, melainkan pengetahuan tersebut harus didistribusikan ke khalayak banyak orang. Produksi dan distribusi menjadi kata kunci yang sangat penting di dalam makna diseminasi itu sendiri. Dimana pengetahuan dan informasi dilihat dalam bentuk yang lebih spesifik dan bukan dalam pengetahuan yang berulang.
Kasus yang berhubungan dengan diseminasi ini salah satunya adalah fenomena yang terjadi pada tanggal 15 Agustus 2015 lalu di Yogyakarta. Aksi penghadangan komunitas sepeda motor Harley Davidson yang dilakukan oleh Elanto disebar melalui jejaring media sosial. Hal tersebut menarik perhatian banyak orang dan kemudian setiap orang menyebarkannya kembali. Kegiatan yang dilakukan oleh Elanto sendiri menunjukkan bagaimana contoh nyata dari diseminasi, pengetahuannya melakukan penghadangan konvoi sepeda motor Harley Davidson yang tidak mematuhi peraturan rambu lalu lintas tersebut disebarkan kembali di berbagai media sosial. Elanto sendiri tidak satu dua kali melakukan diseminasi, seperti juga pada kejadian “pungli” oleh sejumlah oknum polisi di Jogja yang membiarkan truk melintasi jalan yang seharusnya tidak diperbolehkan bagi kendaraan tersebut.
Lain dari itu adalah fenomena yang sempat menyerbak nitizen media sosial, November 2015. Tragedi bunga amarilis yang juga hadir di Kota Yogyakarta di mana peran penyebaran informasi yang sukses mampu secara nyata berdampak pada semakin ramainya kunjungan ke taman tersebut. Namun di satu sisi berakibat pada rusaknya kawasan wisata bunga itu akibat ulah pengunjung yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan kegiatan selfie dan menginjak-injak bunga yang ada. Meskipun pada akhirnya muncul sisi positif akan kepedulian publik untuk ikut terlibat dalam usaha memperbaiki dan penataan. Penyebaran informasi dengan cepat juga terjadi pada kejadian peledakan bom di Jl. Thamrin Jakarta pada beberapa waktu silam. Informasi tersebar dalam waktu singkat, bahkan hitungan kurang dari 5 menit.
Hari ini salah satu penyebab mudahnya diseminasi adalah ketersediaan perangkat kamera yang dimiliki masyarakat. Kemudahan pun didapat karena adanya media sosial yang dapat diakses dengan cepat oleh siapa saja dan dimana saja. Tidak seperti pada masa sebelumnya, berita dapat dibatasi ataupun disaring. Bahkan berkembang menjadi berita-berita lucu di luar dugaan. Seperti adanya “meme” mengenai tukang sate ataupun pedagang asongan yang tidak takut akan hal tersebut, tetap berjualan seakan tidak terjadi apapun bahkan apa yang mereka jual semakin laris akibat hadirnya masyarakat yang mendengar informasi peristiwa tersebut.
Perlu diketahui World Map of Social Networks atau peta lalu lintas informasi semakin besar dari setiap tahunnya. Pada tahun 2009 saja di mana media sosial semakin kuat menyebar. Hal ini menjadi penting dengan tujuan menyebarluaskan informasi, dan perlu diketahui media apa saja yang menjadi dominan digunakan oleh masyarakat. Seperti sebagian besar wilayah di dunia didominasi oleh Facebook. Hampir seluruh dunia menggunakan jejaring media sosial Facebook sebagai media penyebaran informasi, meskipun tidak mutlak bahwa semua negara menggunakan itu. Seperti apa yang terjadi pada China ataupun Iran yang telah memiliki media sosial sendiri yang jauh lebih popular di negara mereka. Kemudian berbeda juga dengan Jepang dimana masyarakatnya jauh lebih banyak menggunakan akun Twitter.
Mencenangkan bila dalam beberapa tahun sebelumnya melihat data akan penggunaan dan pengaksesan media sosial di Indonesia. Indonesia menjadi peringkat ke-tujuh dengan 5,1 jam setiap hari dengan akses melalui perangkat laptop. Belum lagi terdapat sekitar 308 juta pengguna media sosial yang memnggunakan akses mobile atau perangkat telpon genggam. Hal itu menjadi gambaran bahwa Indonesia kecenderungannya berada di atas rata-rata dunia dalam mengakses media sosial. Disisi lain kenyataan itu menandakan bahwa menonton TV pun saat ini sudah mulai tersaing dengan media lainnya terutama yang berhubungan dengan media. Apalagi akses masyarakat Indonesia terhadap informasi lebih banyak dilakukan melaui mobile.
Kemudian hadir sebuah pekerjaan rumah bersama, ketika penyebaran informasi melalui media sosial maupun website menjadi salah satu media yang perlu dimanfaatkan lebih baik, maka perlu ditemukan format yang lebih efektif untuk menyatukan informasi-informasi yang dimiliki oleh setiap pegiat Urbanisme Warga yang memiliki web masing-masing agat dapat menjangkau banyak kalangan, terutama dalam proses diseminasi. Namun apabila pendekatan penyebaran pengetahuan melalui co-production dimana semua orang produser dan menjadi diseminator, maka diperlukan kerajinan dan kecerewetan untuk melakukan berbagi informasi tersebut. Seperti sekelompok orang yang berada di Jogja yang menjadi pioner dalam berbagi informasi dengan menerbitkan majalah icon yang dicetak dengan kertas daur ulang. Majalah ini digunakan untuk berbagi informasi. Dia melakukan untuk kesenangan. Dia menjadi pembuat infrastruktur dalam kegiatan berbagi informasi. Yang diperlukan adalah kita sendiri yang menjadi diseminator dan percaya dengan apa yang dilakukan. Saat ini baginya kita harus dapat melampaui knowledge management approach menjadi co-production management approach
Seperti juga apa yang dilakukan oleh teman-teman C2O dalam mengelola website ataupun penyebaran informasi melalui radio. Dan juga kegiatan pameran yang dilakukan oleh Hysteria merupakan suatu bentuk prototype penyebaran informasi. Apa yang dilakukan perlu untuk dapat dipublikasikan dengan baik sehingga bukan hanya sekedar eksklusifitas atau terbatas, tapi mampu tersebar di masyarakat. Beberapa cara lain dilakukan dengan mengundang media lokal untuk menulis mengenai kegiatan yang dilakukan. Pekerjaan distribusi apa yang dikerjakan memang merupakan suatu yang melelahkan dan perlu orang-orang yang siap rela melakukannya.
(disarikan dari pertemuan yang diampu oleh Andesh Tomo oleh Tim FKMD II)