Dalam masyarakat kita makanan tak sekedar sesuatu yang tersaji di piring lalu dengan bebas kita menyendokan dan memasukan pada mulut, mengecap sebentar dan kemudian ke mengalir perut. Tradisi makan yang kemudian bermanifestasi dalam berbagai bentuk rupa seperti, rupa masakan, makanan, cara makan yang biasanya dibarengi dengan, dengan siapa kita makan. Bahkan dalam ranah bisnis makanan atau kuliner, makanan tak sekedar urusan untung dan rugi. Terlebih bila bisnis makanan tersebut berada di kampung. Dimana srawung dengan tetangga terkadang lebih diutamakan ketimbang untung dari makanan tersebut.
Salah satunya adalah Mbak Nah, merupakan seorang perempuan dari Kampung Malang yang sudah menekuni bisnis makanan selama 20 tahun dalam bentuk warung makan yang terletak di depan rumahnya. Warung yang kemudian menjadi sumber kehidupan ekonomi pada keluarganya ini menemani hampir separuh waktu kehidupan Mbak Nah. Sekalipun tak semua masyarakat kampung yang makan di tempatnya membayar pada saatitu juga, Mbak Nah toh tidak kapok dan tetap ingin berjualan makanan.
Setap hari Mbak Nah buka pukul 09.00 sampa pukul malam yang tidak bisa dipastikan jamnya. Demi menjaga lidah pelanggannya Mbak Nah mengganti menu makanannya setiap hari. Biasanya pergantian Mbak Nah, ada di sela-sela sore dan malam. Untuk makan pagi Mbak Nah cenderung untuk memasak makanan ala warung pada umumnya, tempe tahu, ayam, telur, daging, sayur yang diolah dalam berbagai rupa jenis makanan. Dari mulai di bumbu bali, kuning, balodo dan lainnya. Sedangkan, untuk makanan mala hari, Mbak Nah akan membuat masakan seperti nasi goreng, mie bihun, kwetiau, macam abang-abang gerobak biasanya.
Ditanya apakah tidak capek, Mbak Nah mengatakan “ Ya capek mbak, kalau pengin tidur ya saya tidur”, sambil menunjuk bangku kosong di samping meja warungnya. Tidur sebentar-sebntar ala supir sudah kerap ia lakukan. Telinganya siaga meski matanya tertutup rapat.
Siang itu Mbak Nah tengah menerima pesanan dari karyawan pabrik. Selain mengisi perut warga Malang, Mbak Nah juga menerima pesanan dari berbagai pihak. Harga yang murah, rasa yang lumayan enak menjadi andalan Mbak Nah dalam berjualan makanan. Seporsi nasi dengan cumi, sayur dan tempe tepung dihargai dengan Rp 7000, harga yang tidak masuk akal bia tinggal di Kota. Berlapiskan plastik bening tebal yang menutupi hasil olahan masakannya, Mbak Nah menjamin kebersihan pada warungnya. Minimal mengurangi lalat yang hinggap.
Saat itu seorang pengrajin terpal, Pak Sireng turut makan siang di tempat. Ditanya alasan mengapa suka di warung Mbak Nah,Neliau menjawab sambil tertawa lebar, katanya “ Solanya disini bisa ngutang”. Tanpa plang nama, warung Mbak Nah pun menjadi warung yang diminati banyak warga tak hanya warga Kampung Malang.