pekakota.or.id – Sepintas kita menatap wajah ketua RT yang satu ini, kita bakal menduga ia adalah artis ibukota sekaligus penyanyi dangdut A Rafiq. Dari potongan rambut, senyum, lesung pipi, hingga perawakannya, memang meyakinkan siapa pun bahwa dialah sang penyanyi dangdut tersebut. Dialah Supeno Hadi, ketua RT 11 RW 3 di kampung Begog, Purwodinatan.
Sosok yang dikenal luas oleh warga kampung Begog ini sebagai tokoh kampung. Dialah yang selama ini ikut berperan besar dalam perkembangan kampung. Supeno lahir di Semarang, 11 bulan November 1956, pukul sebelas malam. Menghabiskan masa kecil di kampung Begog, masa-masa remaja ia pun ikut berpindah-pindah mengikuti tugas ayahnya sebagai anggota kesatuan angkatan bersenjata. Saat memasuki saat remaja, Supeno menempuh pendidikan di STM 1 Surabaya. Namun, di masa dewasanya, ia pun kembali. Dan kini menekuni bisnis optik, seperti halnya mayoritas warga di daerah Pekojan. Kini di rumahnya di Kp. Begog 7-a, Purwodinatan, ia menikmati masa pensiunnya dari pelbagai aktifitas. Sejak tahun 1978, ia mulai menetap di Semarang.
Supeno Hadi punya bakat aktif dalam pelbagai aktifitas kemasyarakatan. Berkat pergaulannya yang luas, ia pun dikenal luas di kalangan elit birokrat kota Semarang. Selain itu, Supeno juga pernah lama tergabung dalam beberapa partai politik. Perannya di partai tak sebatas anggota, bahkan para pendiri dan tokoh penting partai hampir kenal dekat dengannya. Karena itulah, untuk urusan kampung, terutama pembangunan, Kampung Begog banyak mendapat perhatian. Salah satu bentuk nyata hasil pembangunan di kampung itu adalah pavingisasi. Supeno mendapat bantuan langsung dari Pemkot berkat relasinya di jajaran pemerintah.
Namun, semua itu tak selalu berjalan mulus. Kini, setelah Supeno tak lagi aktif di aktifitas partai, relasinya pun agak berkurang. Namun hal itu tidak menyurutkan minat Supeno dalam membangun kampungnya. Dari usaha dagang optik yang bertahun-tahun ia tekuni, kini diwariskan oleh anak-anaknya.
Untuk urusan rukun tetangga, Supeno bisa disebut ketua RT seumur hidup. Sudah 35 tahun ia menjabat sebagai ketua RT, dan tak seorang pun keberatan. Selain karena warga tak terlalu menaruh perhatian pada pengurusan RT, juga karena warga sudah mempercayakan hal tersebut kepada Supeno. Suka duka menjadi ketua RT sudah tak terhitung lagi. Kadang kala ia merasa bangga karena ikut membantu membangun kampung.
Namun di sisi lain, karena sudah tidak mendapat bantuan dari para relasi, akhirnya ia mengaku kerap tekordalam pembiayaan proyek kampung, seperti tiang lampu, misalnya, ia biayai dari kantong pribadi. Menurutnya terlalu lama jika harus menunggu bantuan dari kelurahan secara resmi. Baginya itu risiko sekaligus konsekuensi dari keinginannya membangun kampung. (Widyanuari Eko Putra)