Kampung Bustaman Jadi Model Pengelolaan Program Sanimas

Kampung Bustaman Jadi Model Pengelolaan Program Sanimas

DSC06000

Picture 1 of 7

Oleh: Widyanuari Eko Putra

pekakota.or.id – Penjajahan Belanda di Indonesia memang meninggalkan luka sejarah tiada terhapuskan. Banyak kekayaan negara yang dijarah dan diangkut oleh Belanda. Namun, satu yang barangkali menjadi “barang” yang tersisa di negeri ini, bangunan. Mustahil jika bangunan yang terlanjur dibangun dihancurkan atau diangkut ke Belanda. Sisa-sisa bangunan di masa kolonial memberi jejak-jejak sejarah di wilayah dimana bangunan tersebut dibangun.
Bustaman menjadi salah satu kampung di mana warisan kolonial tersisa begitu jelas. Apalagi di Semarang begitu banyak peninggalan bangunan Belanda. Warisan tersebut menandakan adanya geliat kehidupan kolonial di Semarang tempo dulu. Sebuah bangunan MCK kuno tersisa di Bustaman. Usianya barangkali sudah teramat uzur. Namun, bangunan tersebut masih bisa dimemanfaatkan.

Warga Bustaman tidak menyiakan kesempatan tersebut. Bangunan MCK kuno ini, konon pada tahun 1980an pernah beberapa kali dikunjungi oleh beberapa warga Belanda. Ada anggapan dari masyarakat sekitar, barangkali akan mendapat bantuan. Nihil. Kunjungan tersebut ternyata omong kosong. Meski beberapa kali dikunjungi, tidak ada tindak lanjut. Selain Bustaman, kampung Jeruk Kingkit dan Kampung Malang juga dikunjungi warga Belanda. Hasilnya sama.

Pada tahun 1990an MCK ditutup kira-kira hampir dua tahun karena septic tank penuh. Warga pun beramai-ramai buang hajat di kali Semarang dekat kampung Bustaman. Hingga akhirnya pada pertengahan tahun 2005, tepatnya di era kepemimpinan Walikota Soemarmo, ada program dari pemerintah terkait sanitasi masyarakat (Sanimas) sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melihat ada kesempatan untuk merenovasi MCK peninggalan Belanda tersebut, pengurus Rukun Warga, yang saat itu dikomandani oleh Pak Wahyuno, mengajukan proposal. Usaha tersebut berbuah manis.
Pihak pemprov Semarang, Pemkot, dan sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Jerman, Borda, yang bermarkas di Yogyakarta dan diketuai oleh Ir. Ibnu, mengadakan survey secara langsung. Survey serupa juga diadakan di daerah kampung Jagalan. Setelah proses survey usai, terpilihlah kampung Bustaman tempat pelaksanaan program sanimas. Selain memang karena sudah memiliki MCK kuno warisan Belanda, terpilihnya Bustaman sebagai realisasi program sanimas adalah adanya sekitar 200 keluarga di daerah Bustaman, Pekojan, dan Kedongmulyo yang terdata tidak memiliki ruang MCK keluarga.

Pengukuran pun dilakukan. MCK Belanda diratakan dengan tanah. Di atas tanah seluas hampir 85 m2, disusunlah rancangan MCK umum Bustaman. Dibantu ahli desain arsitektur LSM Gorda yang mendesain konsep biogas menggunakan pemanfaatan limbah feces, disertai peran LSM Pagrukti Luhur dari Bustaman, pembangunan akhirnya dimulai. Dengan sokongan dana sebesar sebesar Rp235.000.000,00 yang terdiri dari bantuan Pemprov Semarang, Pemkot, dan LSM Borda. Pada awalnya, warga Bustaman merasa kurang percaya atas program pemerintah tersebut. Maklum saja, tahun 1980an, pernah ada peninjauan dari Belanda yang sekiranya akan memberi bantuan renovasi, namun ternyata hanya tinjauan semata. Akhirnya, setelah melewati masa pembangunan selama lebih kurang empat bulan, pembangunan MCK Pangrukti Luhur akhirnya tercapai. Prosesi peresmian dihadiri oleh Bapak Wakil Walikota Semarang.

Warga Bustaman merasakan betapa manfaat MCK begitu terasa. Apalagi kondisi perkampungan warga yang teramat sempit, membuat warga tidak sempat menyisakan bagian rumahnya untuk dibangun MCK pribadi. Setiap warga yang hendak memakai fasilitas MCK diwajibkan mengisi kas sebesar Rp500,00. Dengan jumlah biaya tersebut, warga tidak merasa terlalu terbebani. Bahkan, untuk anak usia di bawah sepuluh tahun, dibebaskan dari biaya. Sehingga seluruh pemasukan kas warga yang memakai fasilitas MCK, sepenuhnya dikelola untuk kepentingan warga dan perawatan gedung.

Tidak adanya kewajiban bagi pengelola Bustaman untuk menyetorkan retribusi kas MCK ke Pemkot ataupun Pemprov menjadi berkah pemasukan kas RT dan RW kampung Bustaman. Eksplorasi tehnologi biogas yang sudah direncanakan dan didesain oleh LM Gorda semakin meringankan kebutuhan warga. Setiap warga berhak menggunakan produk biogas tersebut untuk memasak dan urusan lainnya. Warga cukup merogoh kocek Rp500,00 untuk setiap pemakaian biogas.

Hanya dalam beberapa tahun saja, hasil dari kas sanimas MCK dapat digunakan untuk membangun ruang pertemuan di atas gedung MCK, dengan cara menambah satu tingkat bangunan di atas gedung MCK. Ruangan tersebut difungsikan sebagai tempat rapat, pertemuan RT, juga arena belajar remaja kampung. Kini, jumlah dana kas yang berhasil terkumpul sampai tahun 2013, sudah menembus angka Rp15.000.000,00. Sungguh pendapatan kampung yang luar biasa.

Kesuksesan program Sanimas Kelompok Swadaya Masyarakat melalui program MCK adalah salah satu keberhasilan kampung Bustaman menjalankan program pemerintah dan mengelolanya secara profesional. Kesuksesan program ini diganjar dengan penghargaan dari Sanimas Award Jawa Tengah 2009. Dan saat ini, kampung Bustaman sedang menjadi kampung percontohan dalam bidang pengelolaan MCK umum dan program biogas untuk proyek serupa di daerah Ngesri Mulyo, Kaligawe, Semarang. Semoga proyek tersebut mampu meneruskan kesuksesan kampung Bustaman. Semoga. (2013)

Facebooktwitter

Leave a reply