Minggu, 31 Oktober 2015 lalu PekaKota bersama Kiara (Koalisi Rakyat untuk Semarang), LBH Semarang, dan perseorangan atau komunitas lain yang konsen terhadap masalah lingkungan merapatkan diri dalam forum yang mendiskusikan tentang isu pesisir. Forum yang digelar di Kampus Unisbank kemarin menggangkat tajuk “Pesisir Memanggil : Antara Privatisasi dan Pemenuhan Konstitusi Nelayan dan Masyarakat Pesisir” sebuah forum yang digelar untuk membantu dan mendampingi masyarakat Tapak Tugurejo yang terancam masalah reklamasi. Karman dari Kiara mengawali diskusi, “Harapannya target kita pada hari ini muncul sikap dan respon terkait persoalan yang ada di Tapak Tugurejo. Hari ini coba kemudian mendiskusikan mengenai Surat Keputusan Walikota Semarang, mencoba membedah Surat Keputusan Walikota Semarang tahun 2013 terkait rekomendasi peruntukan kawasan pesisir Tapak Tugurejo untuk perluasan kawasan industri dan juga wisata bahari yang komersil. SK sudah muncul, ada timbulnya kekhawatiran yang nantinya membawa dampak ekonomi, sosial, ekologi, dan persoalan kedepan lainnya. Kemudian kita perlu tahu informasi persoalan Tapak Tugurejo dan selanjutnya akan melakukan tindakan apa.”
Tapak Tugurejo akhir-akhir ini memang dari segi pendapatan nelayan sedang mengalami penurunan dikarenakan rusaknya kawasan produktivitas perikanan. Selain ancaman tersebut, di kawasan Tapak Tugurejo tentunya terdapat banyak potensi yang bisa dikembangkan. Arifin dari Prenjak menuturkan, “Tapak Tugurejo seluas 225 hektar yang merupakan kawasan yang tumbuh dengan subur. Banyaknya lembaga akademisi, LSM, peneliti yang melakukan aktivitas penelitian, wisata, pendidikan, dan memberikan dukungan rehabilitasi serta ekowisata mangrove. Adanya SK Walikota No. 0604/446 tahun 2010 masyarakat Tapak Tugurejo aktif terlibat dalam Kelompok Kerja Mangrove Kota Semarang. Dari kajian Fakultas Perikanan dan Kelautan Undip menjelaskan bahwa kawasan Tapak merupakan kawasan paling layak untuk kawasan rehabilitasi dan konservasi.” Ia juga menambahkan bahwa, “Mangrove bukan hanya kawasan Tapak Tugurejo saja yang memanfaatkan, seringkali yang melakukan penangkapan ikan di daerah Tapak Tugurejo bukan masyarakat Tapak Tugurejo saja tetapi masyarakat daerah lain juga. Ada juga masyarakat hanya mencari buah mangrove untuk dijual. Semarang ini mengalami penurunan muka tanah yang dapat meminimalisir adalah mangrove tersebut sebagai penyerab air rob yang masuk ke kota dan bahkan menyaring air laut.”
Banyaknya potensi namun terdapat kekahawatiran dengan hadirnya ancaman industri dan wisata bahari yang komersil dijadikan dasar persoalan forum kali ini. Di balik itu semua ada inkonsistensi Walikota Semarang terhadap beberapa kebijakan yang dilakukan terhadap masyarakat pesisir Tapak Tugurejo. Karman menuturkan, “Fakta SK Walikota No. 0604/446 merekomendasikan kawasan Tapak Tugurejo adalah bagian dari pendidikan dan pengembangan mangrove yang kemudian di SK-kan dalam Kelompok Kerja Mangrove Kota Semarang, berseberangan dengan penerbitan Surat Rekomendasi Walikota Semarang pada Mei 2013 yang menjelaskan bahwa kawasan mangrove Tapak Tugurejo menjadi kawasan industri, perumahan, dan lainnya. Menunjukan ketidak-konsistenan bahwa kalau kemudian ada beda sisi. Ketidak-konsistenan kebijakan Walikota Kota Semarang.”
PekaKota Forum merupakan wadah forum, diskusi, dan mengolah pengetahuan sehingga terketahui oleh semua bagian masyarakat. Lewat forum yang kedelapan ini masyarakat Kota Semarang diharapkan tahu kemudian mengerti betul tentang isu perkotaan dalam hal ini bagian kawasan pesisir. Memproduksi pengetahuan tentang potensi dan ancaman yang terjadi di kawasan Tapak Tugurejo hanyalah satu contoh dari sekian banyak persoalan kota yang harusnya diketahui secara publik. Harapannya sebuah koa benar-benar dibangun dari dan oleh masyarakatnya. (Ndang)