Pekakota Forum 5 : Kota Inklusi, Terbuka dan Ramah bagi Semua

Pekakota Forum 5 : Kota Inklusi, Terbuka dan Ramah bagi Semua

 

“Karena menikmati taman-taman kota adalah hak bagi semua, tanpa terkecuali”

Inklusi, sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka, mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada, dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya. Lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

Melihat kondisi kota sekarang, bagaimana nasib beberapa warga lain seperti orang tua yang lanjut usia, anak-anak kecil di bawah usia sekolah, mereka yang baru terkena penyakit stroke, mereka yang memiliki kesulitan melihat, dan mereka yang berjalan dengan menggunakan tongkat atau kursi roda atau ibu yang sedang hamil? Apakah mereka merasa aman dan nyaman menggunakan jalan-jalan kota? Atau mungkin malah kesulitan, tidak aman dan tidak nyaman menggunakan jalan tersebut?

Mewujudkan kota inklusi memerlukan pemahaman terhadap terciptanya masyarakat inklusi, yang saling bertanggung jawab untuk mengupayakan dan menyediakan kemudahan berupa bantuan layanan dan sarana agar masing-masing di antara kita dapat terpenuhi kebutuhannya, melaksanakan kewajiban dan mendapatkan haknya. Masyarakat yang terbuka bagi semua tanpa terkecuali, yang universal tanpa mengenal perbedaan suku, agama, ras dan ideologi. Masyarakat yang ramah bagi semua, yang setiap anggotanya saling mengakui keberadaan, menghargai dan mengikutsertakan perbedaan.

Difabel (Different Ability; seseorang yang keadaan fisik atau sistem biologisnya berbeda dengan orang lain pada umumnya) sebagai salah satu komunitas masyarakat kadangkala tidak mendapatkan hak-haknya dan cenderung terpinggirkan. Tidak heran jika kemudian paradigma masyarakat terlanjur memberi label negatif yang berdampak buruk bagi perkembangan sosial panyandang difabel. Implikasi sosial dari difabilitas dapat dilihat dari berbagai perlakuan dan kebijakan masyarakat tentang difabel. Tanpa disadari masyarakat cenderung memandang difabel dari segi negatif sehingga kebutuhan sosial penyandang difabel yang menyangkut partisipasi dan penerimaan sosial menjadi tidak terpenuhi.

Penggunaan ramp (kemiringan lantai) daripada tangga sebagai jalur perpindahan dari ketinggian satu ke yang lain dapat diambil sebagai contoh untuk menyediakan akses yang mudah bagi para difabel. Kemiringan, tekstur, dan perlengkapan handrail ramp harus diukur dan dipersiapkan dengan rinci. Lebar ramp juga perlu disesuaikan dengan lebar kursi roda (kebutuhan pemakai kursi roda). Ramp juga harus dapat memberikan akses yang mudah bagi mereka yang menyandang tunanetra (kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya), oleh sebab itu perlu disertai pula jalur khusus untuk mengarahkan, tidak berlubang dan bergelombang. Keamanan, kenyamanan, dan keselamatan bagi difabel perlu diperhitungkan baik-baik betul agar fasilitas atau tempat-tempat publik kota dapat diakses oleh siapa saja, tanpa terkecuali.

Secara umum dapat diupayakan ketersediaan layanan dan sarana bagi semua warga masyarakat, tetapi dengan catatan tidaklah bisa sama untuk semua orang walaupun mereka tinggal dalam satu lingkungan masyarakat. Hal itu karena setiap individu dalam masyarakat unik dan berbeda. Dengan demikian maka setiap orang dalam masyarakat membutuhkan cara berbeda berupa layanan dan sarana khusus yang sesuai dan tepat dengan keunikan dan kebutuhan khususnya. Bagaimana memberikan pelayanan terhadap setiap individu yang unik dan berbeda? Menyediakan sarana yang dapat terjangkau oleh setiap individu yang berkebutuhan khusus?

Membincang hal-hal tersebut, Pekakota edisi ke 5 menghadirkan pemateri dari Arsitektur Undip, Tegar Abieza yang berperan sebagai pemantik diskusi yang diselenggarakan di GAK, Jalan Stonen 29, Semarang, 27 Juli 2015 lalu.

Facebooktwitter

Leave a reply